Jumat, 12 Oktober 2012

Sebagai apa aku hadir?


Dari sudut “kun fa yakun” lah aku lahir menjadi ‘Satu’. Satu dari sekian yang dikehendaki ALLAH untuk berdiri menjadi makhluk. Satu bukan berarti satu-satunya. Tapi, Satu kesatuan utuh yang dibekali fitrah lahir dan batin. Aku tercipta atas nama cinta Sang Pencinta, tercatat dalam gudang takdir  lauhul mahfudz.
 
Aku diutus ke dunia untuk menemui do’a dua insan yang sudah menegakkan separuh agamanya. Tak lain, mereka adalah sepasang dara yang saling mengikat waktu untuk melengkapi lembaran hidup dengan ketaatan pada ALLAH. Aku diturunkan untuk menjadi jawaban atas janji ALLAH “Ud’uuni astajib lakum”.  Karena aku selalu dihadirkan dalam tiap simpuh yang menggumam bersama air mata permohonan mereka. Aku adalah kebangkitan dari setiap penantiannya yang terhimpun dalam sujud dan bermuara di dinding kiblat.  Akulah jawaban, dan do’a mereka adalah jalan pengantarku menuju dunia.
 
Aku sebagai kabar gembira yang dikirimkan ALLAH kepada kedua orang yang beriman, tentang buah cinta yang bertaut dalam ridhaNYA. Sebuah persembahan mulia untuk membedakan mana yang saling memiliki atas restu ALLAH dengan yang tanpa restuNYA. Aku adalah mimpi yang berwujud nyata, karena aku diciptakan sebagai anak manusia. Aku terlahir sangat kecil, tapi aku serupa besar bagi mereka. Karena aku adalah ‘amanah’ yang tertancap di pundak, harus dipedulikan, dibesarkan hingga sampai pada saatnya aku mengenali siapa Pencipta alam semesta.
Aku adalah jiwa yang digenggam tatapan kasih sayang, begitu hangat dan dalam. Karena, bagi mereka aku penyempurna langkah menuju tepi, menghapus keraguan  terhadap semesta. Aku ditetapkan sebagai penyebab kebahagiaan, menjadi pendahulu cita-cita baru mereka menuju keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Aku inti ucap syukur mereka yang tidak akan pernah berubah, karena aku pewaris pertama dari perjuangannya. Aku adalah puteri sulung untuk mencegah perselisihan antara generasi penerusnya. Aku permanen dalam status, tidak berubah dalam kondisi apa pun, tetap menjadi sulung.

Aku adalah keceriaannya dalam sedih, bingung, dan kondisi sulit apa pun. Aku pun penjaga keduanya dari sikap putus asa. Karena aku dianugerahkan untuk menghidupkan fungsi semangatnya. Aku adalah bagian dari kesenangannya yang mendasar, tak berbatas. Memiliki sebagian  dari samudera cintanya yang dalam, luas, tak berombak. Desir tiap bait doa-doanya di sepertiga malam. Dan aku adalah keresahannya ketika jauh dari pandangan. Juga  air mata mereka dalam kerinduan dan harapan.
 
Aku adalah segelintir harapan untuk menjadi langit. Langit yang megah, istimewa, memiliki kekuatan besar serupa sempurna. Tak bernoda, indah dan menjadi satu keindahan untuk dimiliki. Luas dan menyimpan banyak rahasia. Bersih, biru dan berseri bersama awan yang berarak. Bersuka ria membentangkan diri seluas-luasnya, sebahagia-bahagianya, tak takut kehilangan sesuatu apa pun.
 
Aku adalah tunas yang lunak. Hanya akan tumbuh jika bersanding dengan sesuatu yang menguatkan. Aku adalah atom yang terus berputar mengikuti poros peralihan, semakin dekat dengan detik penghujung usia, begitu juga mereka. Satu yang aku khawatirkan, jika waktu tak berpihak pada aku dan mereka. Tak tergambar apa yang akan terjadi, jika hari mulai sunyi tanpa kabar dari keduanya dan ucapan terimakasih belum sempat aku desiskan. Sementara aku masih termangu menatap cita, belum mampu menggenggamnya untuk dipersembahkan. Kalimat rindu hanya bisa dititipkan lewat rentetan huruf hijaiyyah yang aku bacakan. Untuk bertemu pun hanya berlaku dalam mimpi yang terlempar di sudut ruang tanpa sadar. Saat semua kisah hanya bisa diresapi dalam kenangan, tentu hanya penyesalan yang bersahutan.
 
Sempat terfikir, akan seperti apa diriku tanpa mereka?. Sedangkan aku adalah pecandunya. Untuk apa juga aku dilahirkan?, jika tak mampu menjadi apa yang mereka inginkan. Oh, itu semua bukan tuntunan yang ditanamkan cinta, bukan pula keutamaan. Aku dilahirkan dalam naungan agama yang beretika. Aku adalah kenyataan, bukan ilusi yang terhimpun dalam ingatan. Tentang ‘sebagai apa aku hadir?’ sudah termakna dalam ayatNYA “Inni jaa’ilun fi al-ardhi khalifah” (sesungguhnya AKU (ALLAH) akan menjadikan manusia khalifah di muka bumi). Maka, aku adalah kepingan dari wujud bala serdadu, tercipta untuk setia mengikuti ajaran yang diwariskan ALLAH kepada RasulNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar