Senin, 30 April 2012

UJIAN vs INGIN PULANG


Seperti hari yang menanti sinar mentari, aku murung dalam tempurung kerinduan. 
Menghitung hari hingga penghujung bulan penghabisan. 
Kapan saatnya tiba?. 
Mampukah aku meraih kemenangan atas perjuangan melawan kerinduan?.

Didepan layar aku berperan menjadi periang. Merayu teman-teman ikut tertawa riang. Membiaskan beban yang sedang bersandar. Seakan aku jauh dari bayang 'pulang'. 
Sebenarnya aku sakit, tahu kenapa?. 
Aku terpasung 'rindu kepalang'. Nafas pun tersendat oleh ingatan tentang mimpi semalam. 
Lama aku bahagia dalam mimpi, bangun pagi pun aku enggan. Karena disana aku bertemu keluarga. Aku menjadi ratu kebanggaan.
Aku, seorang anak sulung yang dirindukan dan disayang keluarga, kembali ke pangkuan mereka, di rumah bahagia akhirnya kami bisa bersama jua. 
Bukan sebatas itu, aku pun kembali menyapa keluarga kedua. Sama seperti kenyataan setahun yang lalu, dalam mimpi itu aku menjadi putri yang dinanti, disambut dengan juta rasa rindu dan kasih dari mereka. 
Layak bagian dari keluarga mereka, aku sangat baik diperlakukannya. 
Subhanallah wal hamdulillah, tak henti bibir ini melenturkan kalimat pujian bagi ALLAH.

Sekuat apa pun aku bertahan dalam mimpi semalam, tidak mejadikan aku ikhlas dengan rindu. Tetap saja beban ini membuncah hingga menggerogoti keteragaran. Sunting menangis, karena aku masih berhadapan dengan 'ingin pulang'.

Sekitarku, jadwal ujian sudah menjadi kepastian, dalam sekejap aku akan bertemu hari-hari yang menegangkan. Duduk dalam ruang penentuan, apakah aku lolos atau harus kembali mengulang materi yang diujikan?. Dan ini bukan bayangan, namun hasil yang tidak bisa diprediksikan. Ini nyata, bukan  tebak-tebakan. Nah, gimana tuh, masih mau jadi budak si murung?

Yaa,, Bukan saatnya aku menghabiskan waktu untuk merenungi kerinduan. Sebenarnya saat ini sedang mengantar aku untuk sampai pada saat yang dinanti. Semua akan berakhir pada kemenangan. Jadi, kesempurnaan yang akan di dapatkan, tak mesti hancur karena keinginan saat ini yang tidak bisa dihindari. Nafikkanlah, bersabarlah, bergeraklah untuk mewujudkan doa dan usaha segenap keluarga tercinta.

Aku harus belajar mencintai apa adanya aku sekarang.
Aku harus berusaha mencintai keadaan sebenarnya sekarang.
Aku harus lebih mencintai masa depan yang sudah aku rancang.
Aku harus menikmati gejala besar dan kecil yang sedang dan akan menyentuh perjalanan.

Selasa, 24 April 2012

Bukan Say Good Bye..

Mustahil..
Jika aku mengingkari kebenaran pilihan hati.
Hanya,, mungkin untuk sekarang, sebelum aku dilegalkan. Akan ku nafikkan pelbagai rasa.
Baik itu  harapan, ketulusan, keikhlasan dan juga rasa kagum yang mengarah.

Jauh di balik nalar anganku,,
ada aroma yang meyakinkan bahwa rasaku akan nyata, dan KITA kelak akan bersama.

Aku tahu,,, Tuan..
memang berat bagimu mengungkapkan kebenaran rasa.
Sebenarnya, kamu pun sama seperti halnya aku, memiliki itu.
Hanya saja, kamu belum mampu meng-ikrarkan janji sebagai bukti rasamu.
Tuan,, aku mengerti..

Biarkan aku hidup untuk menantimu Tuan,,
Aku kuat bertekad dengan penantian,
Tanpa merasa lelah.
Karena...
Aku tahu,,KITA masih setia pada naluri dan perasaan

Maafkan aku Tuan..!!
langkahku sekarang akan membunuh kebersamaan.
Saja, aku ingin menjaga hakikat fitrahnya cinta
Tak ingin menodai bahkan merubah wujudnya jadi bangkai bernyawa.
Karena, semakin KITA dekat dan rapat dalam pertemuan, cinta itu semakin samar.
Seperti apa yang selalu kamu katakan :
Jangan sampai kita sulit membedakan, apakah ini cinta atau nafsu?

Sementara aku ingin menjadi asing di hadapanmu.
Namun, kamu selalu indah dalam doa-doaku, Tuan..
Biarlah rindumu ku sapa lewat bisikan tak bernada.

Atas nama ajaran dan kesucian, ku pilihkan JARAK sebagai penghubung jalan KITA.
Sampai jumpa Tuan,, di masa pelepasan kesendirian nanti.

Berdayu karena rindu


Malam itu, aku berkisah tanpa bicara. Hanya mengerutkan dahi dan menundukkan kepala. Mataku sebam karena air mata. Dan dadaku semakin sesak mengatur nafas.
Kemudian,,Ibu mengizinkan aku bicara kenyataan. Dia mendengar, dan tak henti mengikuti cerita yang aku paparkan.
Semestinya aku mengerti, gumpalan dan beku hati tak harus aku ceritakan. Tapi, aku bukan wanita dewasa yang bijak mengambil keputusan.

Tambat hatiku dipelihara oleh keraguan. Pilihan yang dihadapi, yaitu peluang dan keinginan.
Keduanya tidak bisa aku tinggalkan. Keduanya ingin aku kendalikan,,
Namun, tak mungkin aku padukan.
Ibu mengerti tentang apa yang aku dendangkan. Dan ibu menemukan pencerahan untuk mengobati resah hatiku. Hingga, aku jatuh cinta pada satu pesan sebelum ia menutup percakapan.
Lihatlah betapa luasnya kuasa ALLAH, tidak ada sesuatu pun di luar kekuasaanNYA, berbaktilah untuk meraih ridho ALLAH semata. Tentukan pilihan pada apa yang membuat orangtua bangga dan senang.

Memar wajahku, seakan dilempar bebatuan.
Shalatku, Ibadahku selama ini kemana?.
Sekedar menyadari kekuasaan dan pencapaian ridha ALLAh saja mesti di ingatkan oleh Ibu.


Mamah,,nobatkan aku sebagai anak solehah hingga penutup usiaku.
Merindukanmu mamah, andai saja aku bisa melewati untaian bukit dan samudera dengan sekeping logam. Akan ku jemput dan tempatkan mamah disampingku saat ini.

Selasa, 17 April 2012

Warna untuk Usia Baru


Warnaku mesra dengan irama
Temani yang berlalu, bukan lewat bahasa

Yaa, merah itu warna ku
Merah semangat menggebu
Menjemput hari yang sudah lama aku tunggu

Hari??..
Iya dialah hari
Hari dimana nyawaku akan  tersipu
Malu terhadap lalu yang lugu

Dulu,,
Sebelum lelah menutup jejak
Langkah ku menyisi pada luang
Dan luang itu detikku yang merindu
Rindu merubah hidup yang mengambigu

Sadar,,
Hanya merah yang memberi arti
Bahwa hidup tidak selamanya semu
Hingga aku mulai bermain dengan ilmu
Tuk temukan hari menuju ridho sang waktu

Semoga,,
Semua sadarku bukan sekedar bahasa kalbu
Namun meluap dan meresap dalam doa serta usaha
Dan tawakkal tak akan ku ragukan
Karena aku berjalan atas dasar kehendak Tuhan

­_selasa, 17 april 2012_

Minggu, 15 April 2012

maafkanlah

Lancar saja aku berjalan dalam kebodohan ini. Segalanya ku arungi dengan cinta pertentangan, bukan kedamaian. Meleburkan kesanggupan untuk menatap keindahan, begitulah aku yang terpedaya oleh keficikan. Sesungguhnya pengalaman sedang menanti aku untuk memahami uraian  maaf, dariku untukku, dariku untuk mu, dan dari mu untuk ku.


KITA bukan insan yang dipersatukan dan bukan pula yang dipisahkan. Hanya saja pernah terpaut dalam cinta yang sekejap. Dan terurai dalam peralihan.Tepat atau tidak tepat bukan lagi pembahasan yang harus selalu rapat.


Sama merasa pernah menyakiti dan disakiti, mengecewakan dan di kecawakan. Sama tahu rasa sakit dan kecewa. Karena pernah tahu bagaimana itu bahagia. Bukankah putih sempurna menjadi, ketika ada hitam?.
Si hitam yang selalu disalahkan, sudah saatnya untuk kita maafkan, terlebih oleh aku yang selalu menghukuminya.


Ribuan maaf sering aku dengar dan dendangkan, namun hakikatnya belum pernah aku temukan. Bukan karena si hitam yang aku tentangkan, tapi karena dinding waktu yang pernah menguntai hari indah itu. Selalu mengingatkan betapa sempurnanya aku disana, ingin selalu begitu bukan begini.


Pantaskah aku memohon maafmu?.Sahaja bibir ini lentur dengan sunggingan yang mematikan senyummu. Betapa berat kamu memikul beban lontaran buruk dariku. Tatapan sinisku, merayap pada wajah teduhmu. Kamu sering mengalami, segala sikap burukku.
Pantaskah aku dimaafkan?. Banyak sudah harimu yang ku ukir dengan luka hingga detik ini sebelum aku titipkan salam maaf ini.


*************************
Setia dalam do’a, Kita berupaya untuk selalu menetapkan budaya saling mengindahkan dalam doa. Sama menghadapi dunia dengan ragam cita yang mulia. Penuhi hari dengan cinta karena KITA manusia yang dibekali fitrah mahabbah. Tiga rangkaian yang aku harapkan, kelak setelah aku dimaafkan.

Maafku.. **
_Thrusday, 13 April 2012  00:21_